Gotimes.id – Pemerintah Indonesia diperkirakan akan menunda kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang semula dijadwalkan berlaku mulai 1 Januari 2025. Penundaan ini diungkapkan oleh Ketua Komite Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, untuk memberi waktu pada pemerintah menerapkan bantuan sosial bagi kelas menengah sebelum kebijakan diberlakukan. Kamis (28-11).
“Penundaan kenaikan PPN hampir dipastikan. Kita harus memberikan stimulus terlebih dahulu kepada masyarakat yang kurang mampu sebelum memberlakukan PPN 12 persen.” ujar Luhut di Jakarta.
Kebijakan ini mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk ekonom yang menilai kenaikan PPN bisa mengurangi daya beli kelas menengah yang belum sepenuhnya pulih pascapandemi COVID-19.
Sebagai langkah mitigasi, pemerintah mempertimbangkan alokasi dana bantuan langsung tunai (BLT) untuk subsidi listrik guna mengimbangi dampak kenaikan PPN.
“Dana BLT akan dialihkan ke listrik. Jika diberikan langsung kepada masyarakat, ada risiko penyalahgunaan,” tambah Luhut.
Meski begitu, wacana kenaikan PPN tetap menuai kritik dari publik dan pelaku usaha, yang khawatir kebijakan ini memperberat beban ekonomi. Luhut menilai sebagian besar penolakan terjadi karena minimnya sosialisasi.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan terus mempertahankan rencana tersebut, menyebutkan bahwa kenaikan PPN adalah langkah strategis untuk memperkuat perekonomian nasional. Direktur Humas Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa berbagai kebijakan pendukung telah diterapkan, termasuk pembebasan PPN untuk barang dan jasa esensial serta insentif pajak untuk UMKM dengan omzet hingga Rp 500 juta per tahun.
“Kami memastikan barang dan jasa kebutuhan pokok tetap bebas PPN sebagai wujud komitmen pemerintah melindungi daya beli rumah tangga,” jelas Dwi.