Gotimes.id, Gorontalo – Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, Jejaring Aktivis Perempuan dan Anak (Jejak Puan) menggelar aksi damai di depan Kantor Kepolisian Daerah (Polda) Gorontalo. Aksi ini digelar sebagai bentuk protes atas meningkatnya kasus kekerasan seksual di Gorontalo, khususnya di lingkungan pendidikan, serta lambannya penegakan hukum terhadap pelaku. Jumat (2-5).
Puluhan massa berpakaian serba hitam dan membawa payung hitam mulai berkumpul sejak pukul 16.00 WITA. Warna hitam dipilih sebagai simbol gelapnya keadilan bagi perempuan dan anak korban kekerasan seksual.
Salah satu kasus yang paling disoroti adalah dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh mantan Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo (UNUGo), yang hingga kini belum mengalami perkembangan berarti meskipun telah dilaporkan sejak satu tahun lalu.
“Kasus ini melibatkan sebelas korban dan pelakunya seorang profesor, namun hingga kini belum ada kejelasan hukum. Ini mencerminkan lemahnya perlindungan terhadap korban,” tegas Mega Mokoginta, perwakilan massa aksi. “Aksi ini adalah bentuk kemarahan kami terhadap sikap permisif terhadap kekerasan seksual.”
Mega menambahkan bahwa pada Hari Pendidikan Nasional tahun lalu, Jejak Puan juga menggelar aksi serupa, namun kasus-kasus yang disuarakan masih belum terselesaikan. Ia menyayangkan citra Gorontalo sebagai “Serambi Madinah” tidak tercermin dalam perlakuan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan.
Tuntutan JEJAK PUAN:
- Mendesak Polda Gorontalo dan institusi kepolisian untuk mempercepat proses hukum terhadap pelaku kekerasan seksual, termasuk kasus mantan Rektor UNUGo yang telah mandek selama satu tahun.
- Menuntut aparat penegak hukum mengutamakan perlindungan korban dalam setiap tahapan proses hukum, termasuk pelibatan psikolog forensik dan ahli independen.
- Meminta Polda Gorontalo bersikap adil dan tidak tebang pilih dalam menangani kasus kekerasan seksual. Tidak boleh ada penghentian penyidikan terhadap kasus-kasus tersebut.
- Mendesak Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi untuk mencabut gelar profesor pelaku kekerasan seksual, karena tidak layak disandang oleh pelaku yang menyalahgunakan relasi kuasa.
- Mendorong dinas terkait yang menangani perlindungan perempuan dan anak agar serius dalam pendampingan korban dan tidak berdalih pada keterbatasan anggaran.