“Setiap kali ditanya, jawabannya selalu sama: ‘kami akan segera melakukan koordinasi.’ Tapi, di lapangan, ekskavator terus bekerja tanpa henti,” katanya dengan nada kecewa.
Masyarakat, menurut Reflin, hanya bisa berharap ada tindakan tegas. Sayangnya, suara mereka sering kali kalah oleh kepentingan segelintir pihak yang mendapatkan keuntungan dari PETI.
“Atau mungkin kita perlu membuka tambang emas di depan kantor aparat, biar mereka sadar,” sindirnya lagi.
Reflin menduga ada oknum tertentu yang bermain di balik maraknya PETI ini. Menurutnya, mustahil aktivitas sebesar itu bisa berlangsung tanpa diketahui aparat atau pihak berwenang.
“Ini bukan lagi soal lingkungan, tapi soal masa depan generasi mendatang. Jika hukum terus terlelap, desa-desa kita akan menjadi saksi bisu dari kehancuran ini,” tuturnya.
Reflin mengajak seluruh pihak, terutama aparat penegak hukum, untuk segera bangun dari “tidur panjang” mereka dan mengambil tindakan nyata.
“Emas yang mereka biarkan dirampas hari ini akan menjadi beban bagi anak cucu kita di masa depan. Apakah kita ingin terus membiarkan ironi ini terjadi?” tutup Reflin.