Scroll untuk membaca artikel sob
Pasang Iklan
DaerahKabupaten Gorontalo Utara

Kontroversi Pengelolaan Dana Kompensasi dan Surat Tanah di Desa Deme II, Kades Diduga Tak Transparan

×

Kontroversi Pengelolaan Dana Kompensasi dan Surat Tanah di Desa Deme II, Kades Diduga Tak Transparan

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi (Foto: AI/Gotimes.id)
Ilustrasi (Foto: AI/Gotimes.id)

Meski laporan penggunaan dana telah dirilis, sorotan publik semakin tajam terhadap pengelolaan dana. Masyarakat menginginkan klarifikasi lebih lanjut mengenai sisa dana yang belum dibahas secara terbuka, serta legalitas penggunaan dana melalui Perdes yang hingga kini masih belum terjawab. Ada pula kekhawatiran bahwa dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat desa malah terkesan dikelola tanpa pengawasan yang cukup.

Tuntutan agar pemerintah desa lebih terbuka dan menjelaskan secara rinci bagaimana dana tersebut digunakan semakin menguat. Banyak pihak berharap agar Kejaksaan Tinggi segera melakukan investigasi lebih lanjut untuk memastikan apakah ada penyalahgunaan dana yang merugikan kepentingan masyarakat.

Baca Juga  KPU Gorut Gelar Rakor Kampanye dan Dana Kampanye Pilbup 2024

Dengan besarnya dana yang diterima dan alokasi yang dirasa tidak mencerminkan keterbukaan, masyarakat Desa Deme II berhak mendapatkan penjelasan yang jelas dan transparan mengenai penggunaan dana kompensasi tersebut. Tanpa kejelasan, potensi penyalahgunaan dana ini dapat mengancam kepercayaan publik terhadap pemerintah desa.

Selain itu, Syamsudin juga mengungkapkan kontroversi lainnya terkait perubahan surat kepemilikan tanah yang sebelumnya tercatat sebagai tanah desa. Surat-surat kepemilikan tanah tersebut diubah atas permintaan pihak PLN sebagai bagian dari penyesuaian pembayaran kompensasi selisih tebang dan timpah jalur Right of Way (ROW) Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 KV PLTU –Tolinggula.

Baca Juga  Komisi III DPRD Gorut Bahas Lanjutan Ranperda Pengelolaan Barang Milik Daerah

Syamsudin menjelaskan bahwa surat-surat kepemilikan tanah yang sebelumnya tertera sebagai “Tanah Desa/Yusuf Talib” diubah dengan menghapus kalimat “Tanah Desa” dan menggantinya dengan nama pribadi. Perubahan ini melibatkan enam nama aparat desa dan BPD, yang menurut Syamsudin terkait dengan kedekatan tanah negara dengan tanah pribadi mereka.

Namun, hal ini menuai kontroversi karena tanah yang dilalui jalur kabel tersebut sejatinya adalah tanah negara atau tanah desa yang tidak boleh dialihkan atau dimiliki secara pribadi. Langkah ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA), yang menyatakan bahwa tanah negara tidak dapat dialihkan tanpa prosedur yang sah.

Baca Juga  Polda Gorontalo Tindak Tegas Penambangan Emas Ilegal di Boalemo

Praktisi , Tutun Suaib, SH, menilai bahwa tindakan Kepala Desa Deme II ini berpotensi melanggar terkait pengelolaan tanah desa.

“Tanah desa atau tanah negara tidak boleh dialihkan menjadi milik individu tanpa proses yang sah. Apa yang dilakukan oleh kepala desa ini mengarah pada penyalahgunaan kewenangan,” tegasnya.

**Cek berita dan artikel terbaru kami dengan mengikuti saluran WhatsApp di :