“Yang di belakang rumah itu akan diolah. Nantinya disemprot dengan air.” jelas seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Warga juga mengungkapkan bahwa setiap pengolahan dengan 20 tromol membutuhkan sekitar enam kilogram merkuri. Sementara itu, pengolahan menggunakan tong bergantung pada sianida. Pertanyaan besar muncul terkait pengelolaan limbah hasil pengolahan. Apakah limbah ini dibuang sesuai standar lingkungan? Apakah aktivitas ini memiliki izin resmi?
Lokasi pengolahan tong yang ditemukan sangat dekat dengan hutan mangrove, sehingga limbah kimia berpotensi mencemari ekosistem mangrove. Hal serupa juga berlaku pada limbah tromol yang membahayakan lingkungan sekitar.
Sayangnya, saat awak media mencoba mengonfirmasi, pemilik tong dan tromol tidak berada di tempat. Menurut warga, pemilik tong sudah seminggu tidak datang, sementara pemilik tromol tidak diketahui keberadaannya.