Scroll untuk membaca artikel sob
Pasang Iklan
BeritaNasional

Klausul Transfer Data dalam Perjanjian Dagang RI-AS Picu Kekhawatiran Pelanggaran Hak Data Pribadi

×

Klausul Transfer Data dalam Perjanjian Dagang RI-AS Picu Kekhawatiran Pelanggaran Hak Data Pribadi

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi data pribadi. FOTO/iStockhoto
Ilustrasi data pribadi. FOTO/iStockhoto

Ia mengingatkan bahwa UU PDP memperbolehkan hanya jika negara penerima memiliki tingkat perlindungan setara, ada mekanisme yang mengikat, atau disertai persetujuan subjek data pribadi.

Direktur Eksekutif SAFEnet, Nenden Sekar Arum, menyebut kesepakatan ini berpotensi menjadikan data pribadi warga Indonesia sebagai komoditas dagang. Ia menegaskan, tanpa evaluasi independen dan partisipasi publik, maka kesepakatan berisiko tinggi terhadap hak digital warga negara.

“Kesepakatan internasional seperti ini tidak boleh dibuat sebelum ada kesiapan regulasi dan jaminan perlindungan yang konkret,” tegasnya.

Baca Juga  Freeport Evakuasi Dua Jenazah Pegawai, Upaya Penyelamatan Masih Berlanjut di Grasberg Block Cave

Kekhawatiran juga muncul atas kemungkinan akses pemerintah AS terhadap data WNI melalui aturan Foreign Intelligence Surveillance Act (FISA). Hal serupa menjadi dasar pembatalan kerja sama antara Uni Eropa dan AS dalam kasus Schrems II, karena FISA dianggap melanggar privasi warga Uni Eropa.

Kurangnya Perlindungan Data di AS

Direktur Kebijakan Publik Raksha Initiatives, Wahyudi Djafar, menilai perjanjian ini terjadi dalam kondisi yang timpang, sebab AS belum memiliki UU Perlindungan Data di tingkat federal. Saat ini, perlindungan data di AS bersifat sektoral dan terbatas pada beberapa negara bagian.

Baca Juga  4 Juta Ton Jagung dalam Setahun, Misi Besar Kementan-Polri Demi Indonesia Emas 2045

Meski ada usulan American Data Privacy and Protection Act (ADPPA) sejak 2022, undang-undang tersebut belum disahkan hingga pertengahan 2025.

Wahyudi menekankan pentingnya Indonesia menetapkan contractual clauses (CCS) yang jelas, termasuk mekanisme penyelesaian sengketa bila terjadi pelanggaran atau kebocoran data.

“Diperlukan kontrak standar yang menjamin pelindungan dan yurisdiksi yang jelas dalam pengelolaan data lintas negara,” katanya.

Baca Juga  Kebijakan Pengadaan TIK Sekolah Dipertanyakan, Kejagung Usut Dugaan Penyimpangan

Data Pribadi Wajib Dilindungi

Sebagai informasi, UU PDP mengatur dua jenis data pribadi:

  • Data umum, seperti nama, jenis kelamin, agama, dan kewarganegaraan.
  • Data spesifik, seperti kesehatan, biometrik, genetika, orientasi seksual, dan keuangan pribadi.

Keduanya wajib dilindungi negara, khususnya data bersifat spesifik yang memiliki potensi risiko tinggi terhadap pelanggaran hak asasi manusia.

**Cek berita dan artikel terbaru kami dengan mengikuti saluran WhatsApp di :