“SLHS baru keluar kalau hasil laboratorium menunjukkan makanan dan air yang dibagikan layak. Kami hanya menunggu arahan dari Dinkes,” katanya.
Kondisi serupa tidak hanya terjadi di Gorontalo Utara. Di berbagai daerah, sejumlah dapur MBG dilaporkan terkendala administrasi dan teknis penerbitan SLHS, yang menjadi syarat wajib dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bagi seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Dalam Surat Edaran tentang percepatan penerbitan SLHS, Kemenkes menegaskan bahwa setiap SPPG wajib memiliki sertifikat laik higiene untuk menjamin mutu dan keamanan makanan bagi penerima manfaat.
Pelaksana Tugas Dirjen Penanggulangan Penyakit Kemenkes, Murti Utami, menekankan bahwa percepatan penerbitan tidak berarti mengendurkan standar pemeriksaan.
“Walau ada percepatan proses, bukan berarti kualitas penerbitan SLHS akan berkurang atau sekadar menjadi formalitas,” ujarnya di Jakarta.
Namun di lapangan, proses “percepatan” ini justru berpotensi menimbulkan tumpang tindih. Beberapa mitra mengaku kebingungan dengan urutan prosedur: dapur tak bisa berjalan tanpa SLHS, tetapi SLHS baru bisa keluar setelah dapur berjalan dan sampel diuji.
Sementara pemerintah pusat terus mendorong pelaksanaan program MBG agar segera terealisasi, di daerah seperti Gorontalo Utara, pelaksanaan program justru berhadapan dengan ironi administratif, antara desakan percepatan dan tuntutan prosedural.













