Gotimes.id, Gorontalo – Seorang jurnalis Rajawali TV (RTV), Ridha Yansa, menjadi korban dugaan tindak kekerasan oleh seorang oknum perwira polisi berpangkat Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) saat meliput aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Polda Gorontalo, Senin sore (23-12).
Insiden ini terjadi sekitar pukul 17.30 WITA ketika aksi unjuk rasa mulai memanas. Para demonstran membakar ban di depan pintu masuk Polda Gorontalo. Ridha, yang saat itu sedang mendokumentasikan peristiwa, didatangi oleh oknum perwira tersebut.
“Saya sedang meliput, tetapi tiba-tiba ada perwira polisi yang memukul tangan saya. Alat kerja saya jatuh dan rusak,” ujar Ridha yang akrab disapa Yayan.
Ridha mengungkapkan bahwa perwira tersebut melarangnya merekam aksi. Handphone yang digunakan untuk meliput mengalami kerusakan parah, dengan layar retak dan garis-garis yang mengganggu fungsi perangkat.
“Padahal saya meliput lengkap dengan ID Card wartawan,” keluh Ridha.
Insiden ini menuai kecaman keras dari berbagai organisasi wartawan di Gorontalo. Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Gorontalo, Melki Gani, mengecam tindakan oknum polisi tersebut, yang dianggap menghalangi tugas jurnalistik.
“Tindakan menghalang-halangi peliputan wartawan, apalagi yang sudah dilengkapi ID Card, sangat tidak dibenarkan. Besok, kami akan mendatangi Polda Gorontalo untuk melaporkan kejadian ini,” tegas Melki.
Hal serupa diungkapkan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Gorontalo, Wawan Akuba. Dia menyebut insiden ini sebagai bentuk intimidasi yang mencederai kebebasan pers.
“Kami sangat menyesalkan kejadian ini. Ini merupakan pelanggaran serius terhadap kebebasan pers,” kata Wawan. Ia juga berharap Kapolda Gorontalo, Irjen Pol Pudji Prasetijanto Hadi, segera mengambil tindakan tegas atas insiden ini.
Insiden ini menjadi pengingat penting akan perlindungan kerja-kerja jurnalistik. Organisasi wartawan mendesak agar kejadian serupa tidak terulang, dan pelaku yang melanggar hukum diberikan sanksi tegas.
“Kebebasan pers adalah salah satu pilar demokrasi. Kami berharap aparat kepolisian dapat menghormati tugas jurnalis di lapangan,” ujar Wawan Akuba.
Ketua Bidang Advokasi dan Pembelaan Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Gorontalo, Andi Arifuddin, meminta oknum perwira polisi itu memberikan penjelasan dan bertanggung jawab atas tindakannya.
“Jika terbukti bersalah, kami meminta Kapolda untuk mencopot oknum tersebut dari jabatannya,” tegas Andi.
Menurut Andi, tindakan tersebut melanggar UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, khususnya Pasal 4 dan Pasal 18. Pasal 4 menyebutkan bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh, mengolah, dan menyebarluaskan informasi. Sementara Pasal 18 menyatakan bahwa menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenai sanksi pidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.
“Kami menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada Polda Gorontalo untuk diproses sesuai hukum yang berlaku,” imbuh Andi.