Gotimes.id, Gorontalo Utara – Dunia pendidikan kembali diguncang oleh perilaku yang tidak mencerminkan nilai-nilai mendidik. Seorang oknum kepala sekolah di SD Negeri 14 Sumalata, Kecamatan Sumalata, Kabupaten Gorontalo Utara, diduga melakukan pemukulan terhadap salah satu siswanya.
Peristiwa ini sontak memantik kemarahan dan keprihatinan banyak pihak. Meski kasusnya telah diselesaikan secara damai melalui Polsek Sumalata, namun fakta bahwa seorang pendidik melakukan kekerasan fisik terhadap anak didik tidak dapat dianggap selesai begitu saja.
Kepala sekolah adalah simbol tertinggi di lingkungan pendidikan, bukan hanya sebagai pengelola sekolah, tetapi juga sebagai panutan moral dan etika. Tindakan kekerasan fisik terhadap siswa bukan hanya melukai secara fisik, tetapi juga meninggalkan trauma psikologis yang dalam bagi korban.
Bukan Hanya Etika, Tapi Juga Hukum yang Dilanggar
Tindakan ini patut diduga telah melanggar sejumlah aturan penting, antara lain:
- Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan terhadap anak.
- Pasal 80 Undang-Undang yang sama, mengatur bahwa pelaku kekerasan terhadap anak dapat dikenakan hukuman penjara hingga 3 tahun 6 bulan.
- Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015, yang menegaskan bahwa satuan pendidikan harus menjadi ruang aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan.
Dengan demikian, damai secara kekeluargaan tidak serta-merta membatalkan pelanggaran hukum dan pelanggaran kode etik sebagai seorang pendidik.
Di Mana Ketegasan Dinas Pendidikan?
Masyarakat menunggu langkah nyata dari Dinas Pendidikan Kabupaten Gorontalo Utara. Kasus ini tidak bisa disapu di bawah karpet hanya karena sudah “berdamai”. Perlu ada proses evaluasi menyeluruh terhadap kepala sekolah bersangkutan, bahkan sanksi administratif hingga pencopotan jabatan bila terbukti melanggar.