“Triwulan I tahun 2024, volumenya sebesar 34,9 ton senilai Rp399,8 juta. Sementara di 2025, naik menjadi 119 ton senilai Rp1,6 miliar,” jelas Renold.
Kepala Balai Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BPP MHKP) Tahuna, Geric Lumiu, juga menegaskan pentingnya sertifikasi dan prosedur penanganan mutu. Menurutnya, terdapat sembilan jenis sertifikat yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas ikan.
“Mulai dari cara penanganan pasca tangkap, pengepakan, bongkar muat, hingga Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang harus tersertifikasi. Jika ikan tidak tertangani dengan baik sejak awal, maka kualitasnya tidak bisa ditingkatkan lagi,” tegas Geric.
Ia menambahkan bahwa mutu ikan bukan sekadar kewajiban, tetapi kebutuhan demi meningkatkan nilai ekonomi sektor perikanan.
“Kami terus melakukan sosialisasi dan pengawasan dari hulu ke hilir, agar potensi ini benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe melalui Dinas Perikanan juga terus mendukung peningkatan kapasitas nelayan. Plt Kepala Dinas Perikanan, Marthin Pudihang, mengatakan pihaknya memfasilitasi pelatihan serta penerbitan sertifikat kecakapan nelayan.
“Termasuk juga pelatihan penanganan ikan pasca tangkap. Tentu semua ini disesuaikan dengan ketersediaan anggaran dan kewenangan yang kami miliki,” ujar Marthin.