Dalam pernyataan sikapnya, AMBUNGU menyampaikan delapan tuntutan, antara lain:
- Menuntut Kepala Desa Muhamad Daud Adam mundur segera dari jabatannya demi menjaga ketertiban dan martabat Desa Buhu.
- Mengutuk keras pernyataan kepala desa yang menyebut penerima bantuan sebagai “pengemis”.
- Menyatakan kegagalan kepala desa dalam merangkul pemuda dan mempersatukan masyarakat.
- Menyoroti peningkatan angka perceraian dan melemahnya peran sosial desa.
- Menilai janji-janji kepala desa tidak ditepati, bahkan berujung kekerasan terhadap warga.
- Menuntut permintaan maaf terbuka secara LIVE di media sosial kepada seluruh warga, terutama keluarga korban.
- Menuntut audit total terhadap BUMDes Mekar Abadi yang dinilai tidak transparan dan tidak memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
- Menuntut aparat hukum untuk menutup kos-kosan yang diduga menjadi tempat praktik prostitusi dan maksiat.
Tak hanya kepala desa, warga juga melayangkan ultimatum kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dalam orasinya, massa menyatakan telah kehilangan kepercayaan terhadap lembaga tersebut karena dinilai tidak menjalankan fungsi pengawasan sebagaimana mestinya.
“BPD seharusnya jadi wakil suara rakyat, tapi nyatanya mereka diam. Untuk itu, kami memberikan waktu 3 x 24 jam kepada BPD untuk menyelesaikan masalah ini dan mengambil sikap atas tuntutan warga,” tegas Riry.
Bila dalam waktu tersebut tidak ada tindakan nyata dari BPD, warga mendesak agar lembaga tersebut dibubarkan dan diganti dengan yang benar-benar berpihak pada rakyat.
AMBUNGU juga meminta Pemerintah Kabupaten Gorontalo dan aparat penegak hukum untuk segera turun tangan dan mengambil langkah tegas terhadap persoalan yang terjadi di Desa Buhu. Mereka menegaskan bahwa jika tidak ada langkah konkret, aksi susulan dengan massa yang lebih besar akan digelar.
“Kami ingin desa ini aman, damai, dan dipimpin oleh orang yang beradab. Kalau pemimpin tak bisa jaga marwah, rakyat akan ambil sikap,” tutup Reynaldi Latif.