GoTimes.id, Gorontalo Utara – Di sebuah rumah sederhana di Gorontalo Utara, suara palu kadang terdengar berpadu dengan deru motor yang lewat di jalan kecil depan rumah. Di situlah Diki Wahyudi Ahiri, 19 tahun, memulai hari-harinya. Pemuda berperawakan tegap itu biasa membantu ayahnya, Suparno Ahiri, seorang kuli bangunan. Sesekali, ia turun ke pasar Moluo, memanggul karung, atau membantu memperbaiki lapak-lapak penjual.
Hidupnya sederhana, tapi mimpinya besar menjadi seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Diki bukan remaja biasa. Tahun 2023, ia pernah berdiri tegak di Istana Negara, mengibarkan Sang Merah Putih sebagai Purna Paskibraka Nasional. Momen itu menjadi puncak kebanggaan bagi keluarga kecilnya. Namun selepas itu, jalan hidup Diki kembali bersinggungan dengan kenyataan: untuk mencapai cita-cita, kerja keras tak bisa ditawar.
Juni 2025 lalu, Diki mendaftar sebagai Calon Bintara PK TNI AD. Semua tes ia jalani, dari fisik hingga psikologi. Namun di tahap akhir, namanya tak tercantum dalam daftar kelulusan.
“Waktu itu rasanya berat,” kenangnya pelan. “Tapi saya tahu, gagal sekali bukan berarti gagal selamanya.” ungkapnya.
Kegagalan itu justru menyalakan kembali api semangatnya. Di tengah keringat pasar dan debu bangunan, Diki kembali menata langkah. Ia berlari tiap pagi, memperkuat fisik. Di malam hari, ia menunduk lama dalam doa, memohon restu kedua orang tuanya.
Ayahnya, Suparno, hanya bisa tersenyum bangga.













